Pertanyaan itu menjadi pertanyaan besar bagi saya sendiri, bahkan hingga tulisan ini saya terbitkan. Saya sendiri mengkhawatirkan ide-ide kritis yang selama ini saya tanamkan di UKM ini akan berkurang seiring kepergian saya menempuh perjalanan hidup selanjutnya setelah lulus. Mungkin, Pembaca semua juga mengkhawatirkan hal yang sama.
Editorial yang kritis, survei yang menampung aspirasi mahasiswa, hingga pemberitaan yang independen, yang selama ini diterbitkan selama saya masih menempuh pendidikan di kampus Kanayakan, sering mendapat apresiasi (juga intimidasi) dari berbagai pihak. Mulai dari mahasiswa, rekan Pers Mahasiswa se-Bandung Raya, dosen, karyawan, bahkan jajaran direksi Polman. Namun, apakah semua itu akan menghilang?
Sebenarnya, kekhawatiran terbesar saya akan semua hal yang ada di UKM Pers adalah selama ini, sayalah yang menginisiasi sebagian besar program kerja UKM Pers tersebut, mulai dari survei, editorial, majalah, hingga blog yang menjadi tempat tulisan ini Anda baca. Sehingga, setelah saya secara resmi lengser dari kampus Kanayakan ini, segala hal yang saya bangun berpeluang untuk kembali redup.
Ketika Ariska, Ifa, Izzudin, dan Naufal mulai bergabung, saya belum bisa memberikan ilmu jurnalistik yang berarti karena saya sendiri merasa belum memiliki ilmu jurnalistik yang mumpuni. Makanya itu, saya mengajarkan kepada mereka ilmu jurnalistik dengan cara learning by doing, belajar sembari melakukan.
Saya melibatkan mereka dalam redaksi buletin Obeng Polman dan Majalah Pandawa Edisi 2016. Harapan saya, mereka bisa mendapatkan banyak hal dari kegiatan tersebut. Namun, ternyata ekspektasi tidak sesuai dengan realita.
Kekhawatiran saya semakin menjadi-jadi ketika anggota baru UKM Pers bertambah lagi dan dari jurusan yang sama. Mereka dihadapkan dengan respon yang seakan tiada batas waktu tersebut. Saya mau tak mau harus meng-handle lagi kegiatan UKM Pers agar dapur redaksi tetap ngebul.
Sayangnya, hal tersebut membuat dalam diri saya mulai timbul sifat egois. Jujur, saya pernah berpikir seperti ini: “Ah, emang bisa mereka melakukannya? Lah wong mereka kumpul aja jarang” Parahnya, hal tersebut juga timbul ketika saya menjabat sebagai Menteri Kominfo BEM.
Namun, Allah sepertinya telah memberikan hidayah kepada saya untuk segera berubah. Saya disadarkan akan sifat egois saya ketika pada suatu malam di hari Jumat, saya dikumpulkan bareng anggota Kominfo BEM dan mereka meluapkan opini mereka tentang saya. Opini mereka membuat saya menangis sejadi-jadinya kala itu. Iya, saya menangis di depan anggota saya sendiri. Saat itu, saya merasa tidak bisa menjadi pemimpin yang baik, di Kominfo BEM dan juga UKM Pers, UKM yang saya bangun dari awal lagi.
Saya merasa, saya salah karena terlalu mengandalkan Wakil Menteri saya kala itu untuk menghandle sebagian besar rasa kekeluargaan di kementerian. Saya pun salah karena terlalu mengandalkan Naufal sebagai Pemimpin Umum kala itu dalam menghandle anggota UKM Pers. Saya juga salah karena terlalu mendambakan dan mengharapkan hasil yang sempurna banget dalam setiap pekerjaan, baik di Kominfo BEM dan juga UKM Pers. Saya melupakan akan satu hal yang harusnya selalu ada dalam organisasi, yaitu rasa kekeluargaan. Rasa kekeluargaan akan menciptakan keikhlasan untuk bertindak, termasuk bertindak di dalam organisasi.
Semenjak itu, saya mulai mengubah diri, dari yang awalnya pesimis saat mempercayakan sebuah amanah kepada orang lain, menjadi optimis orang tersebut bisa mengemban amanah dengan tetap dibimbing oleh saya. Hal tersebut saya lakukan ketika Ardi ditunjuk sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Pandawa Edisi 2017 dan Pemimpin Umum UKM Pers saat tulisan ini diterbitkan. Saya juga mulai tidak terlalu mengutamakan hasil yang sempurna banget dalam setiap pekerjaan yang melibatkan banyak orang di Kominfo BEM dan UKM Pers. Karena saya kini sudah tahu, mereka semua masih dalam tahap belajar.
Saya juga mulai mengikhlaskan anggota UKM Pers dari jurusan yang sama untuk berjuang dalam akademiknya. Karena mau bagaimana pun, saya memang harus menerima, karena mereka kuliah di Polman untuk belajar. Saya tidak bisa memaksakan mereka harus selalu kumpul dan berkarya di UKM Pers. Mereka masih bangga untuk bernaung di bawah nama UKM Pers pun harusnya sudah saya syukuri sejak awal. Rasanya, saya ingin meminta maaf kepada mereka semua atas keegoisan saya selama ini kepada mereka, terutama kepada Naufal.
Saya bisa mengambil pelajaran: Utamakan rasa kekeluargaan di organisasi, niscaya hasilnya akan mengikuti. Perubahan itulah yang kini saya tularkan kepada adik kelas saya, baik di Kominfo BEM dan UKM Pers. Hasilnya, kini kinerja mereka sudah cukup meningkat ketimbang dulu saya masih berperan aktif di sana. Media sosial BEM jadi lebih aktif, serta anggota baru UKM Pers pun bisa melonjak naik melebihi ekspektasi saya.
Namun sekarang, setelah semua perjuangan itu telah mencapai hasil yang diinginkan, saya mau tak mau harus menerima bahwa sekarang bukanlah era saya lagi. Sekarang sudah bukan era saya untuk meliput kegiatan kampus. Sekarang sudah bukan era saya untuk membuat editorial kritis dan solutif. Sekarang sudah bukan era saya lagi untuk merencanakan pemberitaan UKM Pers ini.
Sehingga, semua itu kini kembali lagi ke pertanyaan besar yang saya lontarkan di awal tulisan ini. Apakah semua pencapaian UKM Pers sebagai media independen yang kritis dan inspiratif akan redup begitu saja setelah saya mendapat gelar Ahli Madya?
Saya jawab via tulisan ini. Saya dapat menjamin kepada Pembaca semua, bahwa UKM Pers Jurasic Man TETAP KRITIS DAN MENGINSPIRASI di lingkungan civitas akademika Kanayakan 21, karena saya sudah menanamkan ide-ide saya di sini untuk mewujudkan media yang independen dalam menyalurkan aspirasi dan kreatifitas mahasiswa. Media yang menampung dan menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada institusi dan menampung kreatifitas mahasiswa di bidang fotografi, videografi dan desain grafis.
Walaupun harus saya akui, anggota UKM Pers yang lain butuh waktu untuk bisa kembali menggaungkan suara kritisnya seperti saat saya mengembangkan UKM ini dari awal. Oleh karena itu, harap maklum jika gaung perjuangan kami sedang melemah akhir-akhir ini. Berilah masukan yang positif agar rekan-rekan saya bisa berkembang.
Untuk generasi penerus saya, saya ingin memberikan pesan kepada kalian. Bergabunglah dengan aliansi pers mahasiswa, perkayalah wawasan dengan membaca, berpikirlah secara kritis dalam menyikapi suatu persoalan, dan tawarkan solusi yang mutakhir dan logis dalam menyelesaikan suatu masalah. Namun, semua itu akan kembali lagi ke diri masing-masing anggota UKM Pers, termasuk juga langkah dan strategi Pemimpin Umum sekarang dan selanjutnya untuk mengendalikan bahtera yang bernama Jurasic Man ini.
Pagi tadi sebelum saya menerbitkan tulisan ini, Pemimpin Umum Jurasic Man saat ini, mengirim chat ini kepada saya: “Kang, urang jadi betah di FKPMB. Doakeun nyak meh urang teu caleuy”. Mendengar dia sekarang sudah bisa beradaptasi dengan pers mahasiswa yang lain sudah membuat saya lega. Padahal, dulu dia masih diliputi rasa khawatir karena dia belum ada pengalaman di bidang jurnalistik. Setidaknya, kabar tersebut membuat saya yakin Jurasic Man bisa berkembang seperti lembaga pers mahasiswa lainnya di seantero Nusantara karena anggota kami sudah mulai terbiasa dengan lingkungan kerja pers mahasiswa.
Dalam tulisan ini, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua anggota UKM Pers yang telah bersama saya untuk mewujudkan Jurasic Man sebagai lembaga pers mahasiswa terkemuka di Kanayakan 21. Terima kasih kepada Izzudin sebagai anggota rekrutan pertama saya; Muhammad Naufal sebagai Pemimpin Umum yang punya segudang ide ciamik; Ariska dan Ifa, sebagai anggota rekrutan saya di tahun 2015 yang kecantikannya pernah membuat UKM Pers tiba-tiba jadi banyak peminat cowok hanya untuk sekedar PDKT dengan kalian (ini beneran loh, sampe saya harus seleksi mereka secara ketat); Billa, Dinda, Ilyas, dan Ayu, rekrutan pertama Naufal dkk yang pernah berjuang di akademik dengan responnya yang bisa sampe jam ronda hansip; Ardi yang berkat inisiatifnya ikut UKM Pers menjadikannya sebagai Pemimpin Umum sekarang; Ilham Ali dan Ilham Taufik, duo Ilham yang kadang bikin saya bingung ngebedainnya kalo di grup chat; Alfian, punggawa Pers yang pernah buat ilustrasi kece untuk sampul depan Majalah Pandawa 2017; Shafira dan Dhea, duo punggawa berbakat yang multitasking (tepatnya mah multi-UKM wkwkwk); Vinka, sang Duta Bahasa Polman yang tertarik di sinematografi; serta anggota-anggota baru 2017 yang baru saja direkrut. Saya tidak menyangka, akan bertemu dan bekerjasama dengan kalian selama saya membangun Jurasic Man dari awal kembali hingga saya sampai pada titik akhir perjuangan saya di kampus Kanayakan, tepatnya saat tanggal wisuda, 30 September 2017.
Saya tidak akan mengucapkan selamat tinggal, karena itu artinya saya dan mereka akan berpisah. Namun, saya ingin mengucapkan sampai jumpa lagi, karena saya akan kembali dengan ide-ide segar dan mumpuni untuk adik-adik tingkat saya yang muda dan berbakat, anggota Jurasic Man Polman Bandung. Saya bangga pernah membangun UKM Pers ini bersama kalian!
Tanamkan IDE. Maksimalkan AKSI. Minimalkan BACOT!
Saya nyatakan, artikel ini adalah artikel terakhir saya di blog Jurasic Man. Sampai jumpa lagi di lain kesempatan (;
SELESAI
0 komentar:
Post a Comment