Kala itu, Ormawa’s Day 2014, saya mencari anggota UKM Pers yang baru saja
mempresentasikan soal UKMnya. Mereka adalah Kang Julian dan Kang Luthfi, mahasiswa tingkat 3 FE. Sayang, mereka sepertinya menggunakan jurus
menghilang setelah selesai presentasi. Pada akhirnya, saya memilih UKM
ATI sebagai UKM pertama dan UKM Pers sebagai UKM kedua. “Ah, mungkin
lain kali saya bakal ketemu mereka,” pikir saya polos saat itu.
Kenangan saat Ormawa’s Day itu tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya saat menyambut mahasiswa baru 2017 yang baru bergabung menjadi anggota UKM Pers di Ormawa’s Day 2017. Kenangan tersebut masih membekas sampai sekarang, seperti kenangan saat menjalin cerita bersama mantan *lahh.
Dulu, saya tak kebayang UKM Pers ini bisa berkembang seperti sekarang. Dari anggotanya yang hanya saya sendiri, sampai kini bisa memiliki belasan anggota. Rasa rindu terhadap pergerakan mahasiswa, khususnya di pers mahasiswa, seketika merayap menghampiri saya. Seakan tak ikhlas ditinggalkan oleh saya yang sebentar lagi akan menginjakkan kaki di kehidupan yang sebenarnya, kehidupan untuk meniti karir.
Sebenarnya, dulu saya tidak memiliki minat di bidang jurnalistik, karena saya lebih condong ke bidang pengelolaan medianya, seperti radio dan televisi, atau lebih tepatnya bidang broadcasting. Bahkan, saya pernah memiliki radio online sendiri saat SMK dulu. Hal-hal tersebut seakan menjadi “pembalasan dendam” saya karena tidak mengikuti ekstrakurikuler Radio Sekolah saat menginjak kursi SMK dulu.
Alasan itulah, yang membuat saya udah “marking” UKM ini saat membaca buku MP3 yang diberikan oleh panitia, bukan karena presentasi yang disampaikan oleh punggawa UKM Pers kala itu. Kalo boleh jujur, presentasi yang disampaikan oleh kedua punggawa UKM Pers tersebut kurang menarik perhatian. Mungkin itu penyebab mengapa peminatnya saat Ormawa’s Day dulu cuma 1 orang, yaitu saya sendiri.
Sekarang siapa sangka, seorang mahasiswa cupu dan kurang gaul seperti saya ini pernah menjadi Pemimpin Umum (atau kita sebutnya Ketua UKM saja biar bahasanya ga ketinggian) dari sebuah lembaga pers mahasiswa di politeknik pertama di Indonesia? Semuanya tidak ada yang menyangka, bahkan keluarga saya sekalipun.
Berbagai perkembangan di UKM Pers sudah terasa manfaatnya bagi civitas akademika Polman Bandung. Mulai dari buletin, majalah, foto, dan survei kontroversial itu. Tak hanya itu, sekarang kami pun juga bergabung bersama pers mahasiswa lainnya agar khazanah pengetahuan kami soal pengelolaan media dan jurnalistik bisa semakin berkembang. Kami sudah bergabung dalam Forum Komunikasi Pers Mahasiswa se-Bandung Raya (FKPMB). Malah, pada tahun ini kami ditunjuk sebagai koordinator wilayah Bandung Utara, yang salah satu anggotanya adalah organisasi pers mahasiswa di politeknik tetangga di Ciwaruga.
Semua perkembangan yang telah dicapai oleh UKM Pers ini tidak akan terjadi jika saya dulu memutuskan untuk tidak melanjutkan kegiatan UKM ini. Tentu saja, ada berbagai pertimbangan dan risiko yang harus saya cermati sebelum memutuskan apakah UKM ini perlu saya lanjutkan atau tidak. Apalagi, saya juga menjadi anggota di HIMA, BEM, dan Satuan Karya Kominfo di Pramuka Kota Bandung. Buset dehh, ga kebayang pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang harus dikeluarkan untuk dapat menjangkau semua organisasi yang saya ikuti tersebut.
Saya membangun kembali UKM ini berdasarkan sebuah ide yang nyeleneh bagi mahasiswa kampus Kanayakan: “Menjadikan UKM Pers sebagai media independen yang menggugah pemikiran mahasiswa untuk berpikir out of the box; serta mewujudkan transparansi di lingkungan kampus Kanayakan.”
Rasanya saya ingin menuliskan kisah perjalanan saya dalam mewujudkan ide tersebut di Jurasic Man, panggilan UKM Pers ini, dan membagikannya kepada Pembaca. Bagi saya, tak baik untuk meninggalkan sesuatu yang telah Anda mulai tanpa ada peninggalan dan karya berarti bagi generasi penerus. Saya terinspiras oleh salah satu kalimat yang ditulis oleh Pramudiya Ananta Toer dalam bukunya: “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Saya tak mau setiap langkah saya setelah mendapat gelar Ahli Madya, membuat ide yang selama ini saya bangun menjadi uap begitu saja. Karena saya yakin, ide ini akan selalu dibutuhkan oleh kita, civitas akademika kampus Kanayakan, baik oleh generasi sekarang, dan generasi penerus kita.
Catatan Redaksi: Selama bulan September, kami akan menerbitkan artikel kiriman dari Pemimpin Umum Jurasic Man 2015-2016, Teddy Sukma Apriana, setiap hari Sabtu. Artikel ini berisi kisah dikembangkannya kembali Jurasic Man Polman Bandung hingga bisa seperti sekarang. Selamat membaca.
Kenangan saat Ormawa’s Day itu tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya saat menyambut mahasiswa baru 2017 yang baru bergabung menjadi anggota UKM Pers di Ormawa’s Day 2017. Kenangan tersebut masih membekas sampai sekarang, seperti kenangan saat menjalin cerita bersama mantan *lahh.
Dulu, saya tak kebayang UKM Pers ini bisa berkembang seperti sekarang. Dari anggotanya yang hanya saya sendiri, sampai kini bisa memiliki belasan anggota. Rasa rindu terhadap pergerakan mahasiswa, khususnya di pers mahasiswa, seketika merayap menghampiri saya. Seakan tak ikhlas ditinggalkan oleh saya yang sebentar lagi akan menginjakkan kaki di kehidupan yang sebenarnya, kehidupan untuk meniti karir.
Sebenarnya, dulu saya tidak memiliki minat di bidang jurnalistik, karena saya lebih condong ke bidang pengelolaan medianya, seperti radio dan televisi, atau lebih tepatnya bidang broadcasting. Bahkan, saya pernah memiliki radio online sendiri saat SMK dulu. Hal-hal tersebut seakan menjadi “pembalasan dendam” saya karena tidak mengikuti ekstrakurikuler Radio Sekolah saat menginjak kursi SMK dulu.
Alasan itulah, yang membuat saya udah “marking” UKM ini saat membaca buku MP3 yang diberikan oleh panitia, bukan karena presentasi yang disampaikan oleh punggawa UKM Pers kala itu. Kalo boleh jujur, presentasi yang disampaikan oleh kedua punggawa UKM Pers tersebut kurang menarik perhatian. Mungkin itu penyebab mengapa peminatnya saat Ormawa’s Day dulu cuma 1 orang, yaitu saya sendiri.
Sekarang siapa sangka, seorang mahasiswa cupu dan kurang gaul seperti saya ini pernah menjadi Pemimpin Umum (atau kita sebutnya Ketua UKM saja biar bahasanya ga ketinggian) dari sebuah lembaga pers mahasiswa di politeknik pertama di Indonesia? Semuanya tidak ada yang menyangka, bahkan keluarga saya sekalipun.
Berbagai perkembangan di UKM Pers sudah terasa manfaatnya bagi civitas akademika Polman Bandung. Mulai dari buletin, majalah, foto, dan survei kontroversial itu. Tak hanya itu, sekarang kami pun juga bergabung bersama pers mahasiswa lainnya agar khazanah pengetahuan kami soal pengelolaan media dan jurnalistik bisa semakin berkembang. Kami sudah bergabung dalam Forum Komunikasi Pers Mahasiswa se-Bandung Raya (FKPMB). Malah, pada tahun ini kami ditunjuk sebagai koordinator wilayah Bandung Utara, yang salah satu anggotanya adalah organisasi pers mahasiswa di politeknik tetangga di Ciwaruga.
Semua perkembangan yang telah dicapai oleh UKM Pers ini tidak akan terjadi jika saya dulu memutuskan untuk tidak melanjutkan kegiatan UKM ini. Tentu saja, ada berbagai pertimbangan dan risiko yang harus saya cermati sebelum memutuskan apakah UKM ini perlu saya lanjutkan atau tidak. Apalagi, saya juga menjadi anggota di HIMA, BEM, dan Satuan Karya Kominfo di Pramuka Kota Bandung. Buset dehh, ga kebayang pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang harus dikeluarkan untuk dapat menjangkau semua organisasi yang saya ikuti tersebut.
Saya membangun kembali UKM ini berdasarkan sebuah ide yang nyeleneh bagi mahasiswa kampus Kanayakan: “Menjadikan UKM Pers sebagai media independen yang menggugah pemikiran mahasiswa untuk berpikir out of the box; serta mewujudkan transparansi di lingkungan kampus Kanayakan.”
Rasanya saya ingin menuliskan kisah perjalanan saya dalam mewujudkan ide tersebut di Jurasic Man, panggilan UKM Pers ini, dan membagikannya kepada Pembaca. Bagi saya, tak baik untuk meninggalkan sesuatu yang telah Anda mulai tanpa ada peninggalan dan karya berarti bagi generasi penerus. Saya terinspiras oleh salah satu kalimat yang ditulis oleh Pramudiya Ananta Toer dalam bukunya: “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Saya tak mau setiap langkah saya setelah mendapat gelar Ahli Madya, membuat ide yang selama ini saya bangun menjadi uap begitu saja. Karena saya yakin, ide ini akan selalu dibutuhkan oleh kita, civitas akademika kampus Kanayakan, baik oleh generasi sekarang, dan generasi penerus kita.
Catatan Redaksi: Selama bulan September, kami akan menerbitkan artikel kiriman dari Pemimpin Umum Jurasic Man 2015-2016, Teddy Sukma Apriana, setiap hari Sabtu. Artikel ini berisi kisah dikembangkannya kembali Jurasic Man Polman Bandung hingga bisa seperti sekarang. Selamat membaca.
0 komentar:
Post a Comment